NATAL - Nebula Toraja

NATAL

NATAL

Apa yang paling saya ingat dari desember. Natal. Di kampung saya di Toraja sana, desember berarti Natal. Setiap rumah akan memajang pohon natal, menghiasinya. Memperdengarkan lagu-lagu rohani. Rumah, toko, pos ronda bahkan kendaraan umum akan penuh dengan pernak-pernik natal. Miniatur pohon cemara, lonceng dan juga hiasan santa. Pada desember, Toraja sedang berkontemplasi. Ia berusaha larut dalam sebuah situasi yang kudus. Berusaha mengingat kehadiran Kristus di bumi. Tuhan yang telah berubah menjadi manusia dalam keyakinan mereka.

Toraja akan penuh aura hening dan damai saat desember tiba. Bahkan bagi mereka yang sebelumnya abai dengan urusan-urusan rohani. Pada mereka yang mungkin sebelumnya jarang atau tidak pernah datang ke gereja, tapi tidak pada desember. Sama mungkin dengan lebaran. Orang-orang yang tidak pernah datang ke mesjid, tiba-tiba sibuk mempersiapkan diri menyambut lebaran. Membeli baju baru. Membuat kue dan paling awal datang ke lapangan untuk sholat ied.

Saya seorang muslim. Ibu saya toraja yang baru menjadi muslim saat ia dulu menikah dengan ayah saya. Jadi hampir seluruh anggota keluarga saya yang lain adalah penganut Kristen yang taat. Tapi itu tidak pernah menjadi soal besar diantara kami. Interaksi yang terbangun dengan mereka sangat luar biasa hangatnya. Toleransi mungkin kelebihan lain dari tempat ini dimana orang bisa berbeda keyakinan dengan merdeka namun tetap dianggap sebagai bagian dari keluarga. Bukan sebuah anasir asing. Dalam satu rumah pun tidak selalu bahwa semua anggota keluarga adalah penganut satu sekte Kristen yang sama. Namun penghormatan dan penghargaan itu tetap terjaga.

Jadi saat natal tiba saya pun akan datang mengucapkan selamat, sama ketika lebaran dulu mereka datang mengucapkan selamat. Saya terlebih dahulu harus minta maaf kepada kawan-kawan yang berbeda pahaman. Mengucapkan selamat bagi orang yang berbahagia memperingati sesuatu saya kira bukanlah sebuah dosa. Mengucapkan selamat tidaklah langsung meluruhkan keyakinan, mengurangi “iman”, utamanya jika iman itu tidak dibangun hanya atas perlambang simbolik semata.

Memperingati sebuah hari raya, entah natal atau lebaran, memang tidak serta merta menjadi pertanda iman. Tidak berarti bahwa jika anda sanggup memperingatinya dengan sangat meriah maka iman anda telah sangat luar biasa. Tapi setidaknya dari peringatan simbolik ini ada getar yang bisa dirasakan secara sosial. Minimal bahwa ia bisa membuat kita terhubung lagi sebagai manusia, mengukuhkan solidaritas yang telah mulai rapuh, berharap dari sana cinta dan kasih sayang itu bisa tumbuh. 

Natal adalah tentang cinta , setidaknya itu yang mungkin saya pahami dari diskusi dengan teman-teman yang merayakannya. Tentang cinta dari pencipta kepada manusia sehingga Ia menjelma serupa manusia. Artinya bahwa fokus perayaan ini sebenarnya adalah manusia. Salah satunya mungkin adalah bagaimana membawa semangat kasih itu hadir kepada setiap orang. Bagaimana orang yang lapar, orang yang tertindas, orang yang dilemahkan dan diperlakukan tidak adil juga bisa merasakan kebahagiaan pada moment natal ini melalui bantuan yang kita berikan. Perayaan yang tak sanggup merasakan derita sesama adalah perayaan yang gagal menurut saya.

Dalam natal, Tuhan tidak nampak dalam rupa yang elitis. Sama mungkin dengan apa yang saya pahami dari sebuah hadis Qudsi ketika Allah berkata, “Jika kau ingin mencari Aku, maka carilah Aku diantara orang-orang miskin dan orang-orang yang hatinya hancur”. Saya menganggap ada keserupaan disini. Tuhan bukanlah sosok yang jauh. Ia tidaklah bertahta disebuah istana yang megah, dalam katedral atau mungkin masjid yang penuh dengan ornament yang agung. Tapi mungkin Ia ada disekitaran kita. Bersama kaum fakir, orang-orang terlantar dan tertindas. Ia mungkin sedang menunggu kita berkhidmad kepada mereka. Menjadi perantara kasih sayang-Nya kepada makhluk yang lain.

Dan desember itu telah tiba kini. Saya memang di Makassar kini, tapi kadang-kadang rindu juga dengan Toraja yang pasti sedang sibuk mendandani dirinya hari-hari ini. Saya cuma berharap kedamaian Natal di desember yang basah ini bisa menenteramkan bangsa yang tengah panas-panasnya karena carut marut disana-sini. Setelahnya mudah-mudahan damai di bumi Indonesia bisa lebih nyata. Selamat bagi kawan-kawan yang merayakannya.BY:https://www.facebook.com/note.php?note_id=202405564140
Please write your comments