curahan hati ibu terhadap anaknya yang organisatoris - Nebula Toraja

curahan hati ibu terhadap anaknya yang organisatoris

curahan hati ibu terhadap anaknya yang organisatoris

aOrang bilang anakku seorang aktivis. Kata mereka
namanya tersohor dikampusnya sana. Orang
bilang anakku seorang aktivis. Dengan segudang
kesibukan yang disebutnya amanah umat. Orang
bilang anakku seorang aktivis. Tapi bolehkah aku
sampaikan padamu nak? Ibu bilang engkau hanya
seorang putra kecil ibu yang lugu.
Anakku, sejak mereka bilang engkau seorang
aktivis ibu kembali mematut diri menjadi ibu
seorang aktivis. Dengan segala kesibukkanmu, ibu
berusaha mengerti betapa engkau ingin agar
waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat.
Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah
menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah
sesuatu yang sia-sia nak? Sungguh setengah dari
umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan
dan menghabiskan waktu bersamamu nak, tanpa
pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang
sia-sia.
Anakku, kita memang berada disatu atap nak,di
atap yang sama saat dulu engkau bermanja
dengan ibumu ini. Tapi kini dimanakah rumahmu
nak? ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini.
Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu dirumah,
dengan penuh doa agar Allah senantiasa
menjagamu. Larut malam engkau kembali dengan
wajah kusut. Mungkin tawamu telah habis hari ini,
tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum
untuk ibu yang begitu merindukanmu. Ah, lagi-lagi
ibu terpaksa harus mengerti, bahwa engkau begitu
lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu
lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan untuk
tersenyum, sekedar untuk mengalihkan
pandangan pada ibumu saja engkau engkau,
katamu engkau sedang sibuk mengejar deadline.
Padahal, andai kau tahu nak, ibu ingin sekali
mendengar segala kegiatanmu hari ini,
memastikan engkau baik-baik saja, memberi
sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih
tahu. Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau
nak, tapi bukankah aku ini ibumu? yang 9 bulan
waktumu engkau habiskan didalam rahimku..
Anakku, ibu mendengar engkau sedang begitu
sibuk nak. Nampaknya engkau begitu
mengkhawatirkan nasib organisasimu, engkau
mengatur segala strategi untuk mengkader
anggotamu. Engkau nampak amat peduli dengan
semua itu, ibu bangga padamu. Namun, sebagian
hati ibu mulai bertanya nak, kapan terakhir engkau
menanyakan kabar ibumu ini nak? Apakah engkau
mengkhawatirkan ibu seperti engkau
mengkhawatirkan keberhasilan acaramu? kapan
terakhir engkau menanyakan keadaan adik-adikmu
nak? Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari
anggota organisasimu nak?
Anakku, ibu sungguh sedih mendengar
ucapanmu. Saat engkau merasa sangat tidak
produktif ketika harus menghabiskan waktu
dengan keluargamu. Memang nak, menghabiskan
waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan
tumpukan tugas yang harus kau buat, tak juga
menyelesaikan berbagai amanah yang harus kau
lakukan. Tapi bukankah keluargamu ini adalah
tugasmu juga nak?bukankah keluargamu ini adalah
amanahmu yang juga harus kau jaga nak?
Anakku, ibu mencoba membuka buku agendamu.
Buku agenda sang aktivis. Jadwalmu begitu padat
nak, ada rapat disana sini, ada jadwal mengkaji,
ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting.
Ibu membuka lembar demi lembarnya, disana ada
sekumpulan agendamu, ada sekumpulan mimpi
dan harapanmu. Ibu membuka lagi lembar demi
lembarnya, masih saja ibu berharap bahwa nama
ibu ada disana. Ternyata memang tak ada nak, tak
ada agenda untuk bersama ibumu yang renta ini.
Tak ada cita-cita untuk ibumu ini. Padahal nak,
andai engkau tahu sejak kau ada dirahim ibu tak
ada cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu
selain cita dan agenda untukmu, putra kecilku..
Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka,
mereka bilang engkau seorang organisatoris yang
profesional. Boleh ibu bertanya nak, dimana
profesionalitasmu untuk ibu? dimana
profesionalitasmu untuk keluarga? Dimana engkau
letakkan keluargamu dalam skala prioritas yang kau
buat ?
Ah, waktumu terlalu mahal nak. Sampai-sampai
ibu tak lagi mampu untuk membeli waktumu agar
engkau bisa bersama ibu..
Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya.
Pun pertemuan dengan orang tercinta, ibu, ayah,
kakak dan adik. Akhirnya tak mundur sedetik tak
maju sedetik. Dan hingga saat itu datang, jangan
sampai yang tersisa hanyalah penyesalan. Tentang
rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu tuk
diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang
terlambat teruntai.
Untuk mereka yang kasih sayangnya tak kan
pernah putus, untuk mereka sang penopang
semangat juang ini. Saksikanlah, bahwa tak ada
yang lebih berarti dari ridhamu atas segala aktivitas
yang kita lakukan. Karena tanpa ridhamu, Mustahil
kuperoleh ridhaNya..."
nb : copas dr grup sebelah
Intinya: Setua apapun kita, ibu selalu menganggap
kita anak kecilnya, mengkhawatirkan diri kita tapi
tidak pernah membiarkan kita mengkhawatirkan
dirinya...
Please write your comments