Aku malu jadi anak UNHAS - Nebula Toraja

Aku malu jadi anak UNHAS

Aku malu jadi anak UNHAS

“Malu”, masihkah kata itu punya makna dalam keseharian kita. Atau masihkah ia bisa  membuat kita berjalan dengan menundukkan wajah, tidak malah semakin jumawa.  Saya sangsi, di kampus kita tercinta, Universitas Hasanuddin, kata “malu” masih punya tempat, masih membuat orang sedikit tergetar. Tak perlulah bercuap-cuap tentang kata “beradab” dan “peradaban”, toh hari-hari belakangan  ini, di TV, para mahasiswa yang katanya belajar keadaban itu berubah menjadi seperti makhluk dari zaman prasejarah, primitif. Menulis judul diatas sesungguhnya  saya teramat berat.

Saling pukul, lempar batu membakar properti kampus disana-sini. Menyaksikannya dari  jauh rasanya sangat malu sekali. Enginer, sarjana pertanian dan sarjana kehutanan macam apa yang akan dihasilkan dari sebuah tempat, dari sebuah masa yang prosesnya cuma diisi oleh  berita saling pukul, saling lempar batu, saling bakar. Apa yang saya bayangkan adalah sebuah peradaban yang berjalan mundur, sebuah involusi.

Benar, bahwa tidak semua mahasiswa disana melakukan tindakan-tindakan “goblok” serupa itu. Masih banyak juga orang baik diantara para mahasiswa itu. Tapi inilah soalnya, satu dua yang membawa bangkai kedalam sebuah rumah maka seluruh orang dalam rumah itu akan juga terimbas bau busuknya. Saya tidak berasal dari fakultas yang sering berkelahi itu, tapi sebagai elemen UNHAS, rasanya tak bisa menyembunyikan rasa malu saat berita tawuran dipampangkan begitu telanjang di media.

Masa depan apa sih yang kita bayangkan akan muncul dari perilaku para mahasiswa yang katanya adalah pemilik masa depan itu? Saya kok mengatakan tidak ada ya, bahkan menakutkan melihat sekumpulan orang-orang yang bisa dianggap punya kecerdasan diatas sebagian besar orang di republik ini, ternyata tak lebih dari para pemarah  yang dapat dengan begitu mudah merusak segala hal yang ada disekitarannya. Gimana nanti kalau mereka ada ditengah-tengah masyarakat?

Di Sumba beberapa minggu lalu, ada perang antar kampung, begitu brutal hingga jatuh beberapa korban. Saya berusaha mengerti,  tingkat pendidikan yang rendah, kemiskinan dan alam yang keras membuat mereka bisa kalap hanya karena hal-hal yang sederhana. Namun di kampus, saya tak pernah bisa mengerti. Mahasiswa UNHAS, pasti sekumpulan orang cerdas, mereka juga sebagian besar bukan orang tak berpunya tapi perilakunya serupa dengan mereka yang berkelahi di kampung site penelitian saya beberapa waktu yang lalu, bahkan bagi saya itu yang membuat mereka jauh kelihatan lebih buruk.

Saya , jangan tanya saya apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan  kekerasan kronik ini? Saya masih malu. Bagaimana jika kita mulai saja dari malu. Tidak usah yang canggih-canggih. Kita mulai dari malu melihat adek-adek kita melakukan tindakan konyol serupa itu. Mudah-mudahan rasa malu itu membuat kita mengajarkan rasa malu yang sama pada mereka. Rasa malu untuk mempertontonkan wajah garang sambil memegang batu atau membawa pentungan lalu membakar properti fakultas. Kemudian jadi bahan gunjingan penduduk seantero negeri ini lewat TV dan media lain. Saya sepakat dengan headline Fajar hari ini, " Sudah Terlalu  Memalukan" Semoga ya.
by https://www.facebook.com/koko.hendarto?sk=notes
Please write your comments