"Kurang Waras" Jadi Peneliti di Indonesia... - Nebula Toraja

"Kurang Waras" Jadi Peneliti di Indonesia...

"Kurang Waras" Jadi Peneliti di Indonesia...

Mungkin cuma orang kurang waras yang mau jadi peneliti di Indonesia. Hal ini seolah diaminkan oleh opini Asvi Warman Adam di kompas hari ini. Negara telah tidak adil memperlakukan para peneliti.

Bahwa penelitian itu penting untuk memperbaharui ilmu pengetahuan, memberi sumbangsih bagi kemajuan bangsa serta menjamin daya saing bangsa ini, semua orang tahu. Paham bahkan berbusa-busa mempidatokannya, tapi apakah dunia riset di Indonesia sudah mendapatkan perhatian yang layak?

Minimnya dana untuk riset. Kalaupun ada, birokrasinya begitu rumit. Di kampus saya banyak peneliti yang pusing setelah mendapatkan insentif dana riset seperti Risbiniptekdok. Penelitian sudah mau dimulai dananya belum ada. Katanya tunggu anggaran cair dulu dan segala macamnya. 

Ada yang mendapatkan dana setelah waktu yang tersisa untuk melakukan penelitian tinggal beberapa bulan. Itu pun syukur-syukur kalau tidak ada potongan macam-macam. Ada juga yang penelitiannya belum kelar tapi sudah disuruh membuat laporan akhir pertanggungjawaban keuangan. Aneh.

Jangan ditanya tentang gaji para peneliti. Seperti kata bang Asvi diatas, jangan disamakanlah dengan pegawai pajak atau bea cukai. Makanya tak salah jika banyak peneliti yang hijrah ke negeri jiran, Malaysia.

Pemerintah Malaysia ternyata lebih bisa menghargai keahlian para peneliti kita dengan memberikan penghargaan yang pantas. Harus diingat bahwa sebagian besar para peneliti itu telah menghabiskan dana yang besar dan waktu yang lama untuk mencapai kualifikasi pendidikannya agar bisa melakukan penelitian yang baik. Banyak dari mereka yang sampai merantau ke luar negeri belajar. Pulang-pulang, eh ilmunya tidak terpakai, tak ada alat, tak dana. 

Saya ingat cerita seorang senior yang beberapa tahun yang lalu pulang dari Jepang. Ia sedang bergairah melakukan penelitian sayangnya sampai di kampus ia malah disuruh nunggu perpustakaan. Tidak ada fasilitas untuk melakukan penelitian. Stress katanya diperlakukan semacam itu. Untungnya ia diizinkan pindah ke lembaga Eijkman, meneliti biologi molekuler malaria disana sampai sekarang. 

Senior lain yang pulang belajar teknologi "stem sel" lebih memilih untuk menerima tawaran sebuah universitas di Malaysia yang bersedia menyediakan fasilitas riset untuknya. Mungkin ada yang mengatakan tindakannnya tidak nasionalis, tapi rasanya yang mengatakan itu harus memeriksa dirinya dulu, apa sih yang telah disiapkan pemerintah untuk mereka?

Saya kira telah banyak keluh kesah dari para peneliti terkait dengan kurang baiknya penghargaan kepada mereka. Kompas kalau tak salah pernah mengulas tentang mereka dalam satu edisi. Cerita suka duka mereka bertahan dalam beragam keterbatasan. Tak tertutup kemungkinan gelombang "braindrain" akan terus terjadi jika pemerintah tidak juga mulai memperhatikan mereka dengan serius.
By:
https://www.facebook.com/note.php?note_id=431833224140
Please write your comments