“Mereka akan selamanya jatuh cinta karena tiap saat akan lahir wanita-wanita cantik lainnya. Mereka selalu belajar mencinta namun tak pernah mau belajar memilih” (Bang Jack, PPT)
Saya mendapatkan “quotes” ini dari seorang kawan. Terkirim begitu saja dalam emailnya yang bernada canda. Saya tidak bisa membayangkan saat mana bang Jack mengatakannya. Maklumlah di Sumba delapan bulan terakhir tak pernah bersua dengan televisi. Tapi saya bisa menduga bahwa saat mengatakan kata-kata ini pasti bang Jack sedang jengkel, gemes mungkin marah melihat beberapa “laki-laki bodoh" yang berekeliaran diluar sana. Hehehe.
Apa beda laki-laki dengan insecta, semacam lebah, kumbang atau kupu-kupu. Kebetulan di sumba ada kawan saya seorang biologis lulusan UNPAD, dan dia bingung saat saya menanyakan pertanyaan ini. Pastinya berbeda dari mulai phylum sampai spesies. Tak ada yang serupa pada mereka, tapi pada prilaku bisa saja seorang laki-laki tak lebih dari seekor kupu-kupu, kumbang atau lebah. Mereka tak pernah bisa berdiam diri saat ada bunga yang mekar diluar sana. Mereka selalu merasa bahwa bunga yang baru saja merekah itu ditakdirkan hadir untuk mereka. Dan ketika ada yang lain mekar mereka pun akan selalu berusaha untuk berpindah. Siklus pun terus berlanjut. Entah kapan orang semacam ini akan berhenti pada suatu ketika, dan memilih “satu” saja untuk selamanya. Tapi jangan tanyakan itu pada mereka yang menganggap dirinya tak lebih dari insecta.
Haruskah kita memilih seseorang dengan jaminan bahwa dia sungguh sempurna untuk hidup kita? Mimpi semua orang, tapi adakah yang sungguh sempurna di muka bumi. Saya terkenang sebuah novel. Novel itu berjudul, “Man and Boy” berkisah tentang seorang laki-laki yang tak tahu caranya berterima-kasih atas apa yang telah ia terima, pasangan yang manis, anak yang lucu. Ia merasa seseorang yang disebut “pasangan” jiwanya masih ada di luar sana, di sebuah tempat, di sebuah waktu yang lain. Akhirnya ia pun kehilangan segala hal yang sesungguhnya telah sempurna diperjuangkannya. Sempurna dimilikinya saat itu. Untungnya dalam kisah ini, ia akhirnya bisa pulang ke “rumah” walaupun untuk itu ia harus berjuang, membuktikan bahwa tempat yang sempurna untuknya adalah disini bukan di luar sana.
Selamanya belajar mencinta namun tak pernah mau memilih. Saya mendapat analisis menarik dari seorang adek tentang orang yang tak pernah berani memilih dalam hidupnya. Katanya orang semacam itu adalah pengecut. Mereka penakut. Mereka takut mengatakan iya karena tak ingin terikat, tak berani mengatakan tidak karena juga takut kehilangan. Abu-abu adalah dunia dimana mereka betah hidup disana. Sepertii ujar Ester dalam The zahir, Paulo Coelho, mereka, laki-laki itu menghindari komitmen karena takut di depan sana ada banyak kemungkinan-kemungkinan lain bisa terjadi. Saya tidak paham apa ini berarti mereka sedang berusaha meyakinkan diri agar tidak salah atau berusaha menipu diri dengan terus berlari berputar-putar disekeliling orang yang sungguh mencintai mereka. Orang yang membuat dirinya tertutup bagi yang lain.
Jangan tanya saya mengapa ada yang mau berkorban begitu rupa. Untuk si adik yang mengirm quotes diatas, saya cuma ingin mengatakan bahwa dunia begitu luas, di luar sana ada banyak laki-laki yang jauh dari “idiot” dan tidak mengalami “retardasi mental”. Retardasi mental? Ya iyalah, laki-laki yang dikepalanya hanya mengejar ke-muda-an dan ke-bening-an saja. Sesuatu yang sangat bendawi. Dan kan hilang pada suatu ketika. Hehehe.
Mungkin perlu sedikit bersabar dan laki-laki yang tepat itu datang. Laki-laki yang sungguh akan juga mencintai jiwamu, bukan hanya daging dan kulit yang suatu saat nanti kau tahu pasti akan keriput dan tua. Cuma perlu membuka diri sedikit lebih lapang pada kehidupan. Menerima segala kemungkinan, kejutan dan keajaiban yang dihadirkan olehnya. Mmmh, mudah-mudahan saya bukan orang yang idiot saat mencoret-coret note ini. Hehehehe. Semoga
by:https://www.facebook.com/note.php?note_id=425483059140
by:https://www.facebook.com/note.php?note_id=425483059140