Fenomena yang tentunya tidak terlalu bagus. Sejak pergantian kurikulum ke sistem PBL pada tahun 2002, memang ada trend yang menunjukkan susahnya mahasiswa untuk mendapatkan nilai A. Jumlahnya sangat minim dibandingkan mereka yang memperoleh nilai C. Akhirnya bisa ditebak, IPK mahasiswa itu pun sebagian besar terjun bebas. Apalagi dengan besaran SKS satu mata kuliah yang berkisar antara 6-7 SKS.
Banyak analisis terkait dengan hal ini. Mulai dari kualitas input mahasiswa, proses yang di lalui dalam PBL hingga sistem ujian yang dilakukan. Sebagai contoh untuk ujian, dulu, soal-soal kita banyak yang dianggap terlalu susah untuk konsumsi calon dokter umum, cocoknya untuk dokter spesialis hingga soal-soal itu jarang diambil untuk soal UKDI. Saya kira MEU telah secara rutin melakukan perbaikan dan evaluasi untuk memperbaiki seluruh sistem pembelajaran di fakultas kedokteran tercinta, termasuk masalah ujian ini.
Orang bisa berkata IPK bukanlah ukuran pasti tingkat pengetahuan dan kecerdasan seseorang. Mungkin betul, bahkan dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh seluruh institusi FK se-Indonesia pada acara HPEQ yang diadakan Dikti di Jakarta tahun lalu, ada FK swasta yang protes. Kok, lulusan mereka yang cum laude, IPK-nya sangat baik tapi tidak lulus- lulus UKDI. Ini aneh.
Nah masalahnya pada saat melanjutkan sekolah entah PPDS atau Master, atau untuk mengurus beasiswa ke luar negeri. Sekarang IPK untuk PPDS adalah screening administrasi. Rata-rata mensyaratkan IPK > 2,75. Bagian-bagian semakin keras, kalau IPK tidak sampai, ya tidak lolos berkas yang artinya tidak bisa ujian masuk bagian. Bagian seperti mata, obgyn, dan anak, terkenal sangat keras untuk hal ini. Dan tren ini juga nampaknya akan diikuti oleh bagian yang lain. Tinggal beberapa bagian sekarang yang batas minimal IPK-nya 2,6, seperti bedah, ortho dan radio. Namun nampaknya akan ada kecendrungan juga untuk naik. Beberapa teman saya. Terganjal niatnya untuk masuk bagian yang diinginkannya karena terganjal di persoalan IPK yang tidak cukup.
Pendidikan S2 pun seperti itu, di UNHAS mensyaratkan IPK 2,75 atau lebih. Saya kurang paham ya kalau di Universitas lain. Jika ada yang tertarik untuk mengejar beasiswa ke luar negeri, batas minimal IPK adalah 2,75 walau tinggal segelintir saja. Beasiswa bergengsi seperti Fullbright, Monbusho, Chevening, Endeavour umumnya mensyaratkan IPK harus 3,0 atau lebih.
Mungkin pesan coretan-coretan ini untuk adek-adekku yang masih dikampus, agar mewaspadai jangan sampai IPK nya kurang dari 2,75. Ya, belajar baik-baik toh. Kan masih ada kesempatan untuk itu. Nanti ndak bisa mendaftar-daftar sekolah lagi. Kecuali kalau memang tak punya rencana mengupgrade pengetahuan dan keterampilan dengan melanjutkan sekolah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)